Saturday 20 December 2008

(3) CARA AMPUH UNTUK MEMINTA


Pagi itu saya berada di sekretariat untuk menyiapkan materi retret. Seorang karyawati RR, namanya Tina, datang membawa termos air panas untuk mengganti air termos yang kemarin. Sambil menyapa, ia masuk dan melakukan apa yg harus ia lakukan.
“Mbak, ajarin aku bahasa Inggris dong!”
Suara Tina yang tiba-tiba membuat saya spontan mengangkat kepala dan memandang dia. saya tersenyum dan balik bertanya: “Ajarin bahasa Inggris?” Tina mendekati saya lalu menjelaskan “Iya, mbak. Biar bisa ngomongnya gitu lho, Mbak. Aku waktu itu pernah kirim sms pake bahasa inggris, trus dibales sama temenku: ‘kamu itu orang indonesia apa orang inggris tho? Klo orang inggris kok bahasa inggrisnya salah semua!’ Sejak itu aku malu klo mau ngomong.”
Dengan senang hati saya mau membantu Tina dan mulai saat itu, bila bertemu dengan Tina, saya akan memberi pertanyaan dalam bahasa Inggris dan Tina menjawabnya. Bahkan, bila saya tidak memberi pertanyaan, Tina justru menagih: “Mbak, kasih pertanyaan dong!”
Sebenarnya yg membuat saya mau membantu Tina bukanlah kemampuan saya dalam berbahasa Inggris, melainkan cara Tina untuk meminta pada saya. Itulah yang berkesan dan mengena di hati saya.
Tina bukanlah karyawati yg mengenal saya. Yang ia tahu hanyalah bahwa saya datang dari Jakarta untuk membantu tim RR dan saya bisa bahasa Inggris. Itu saja. Tapi dgn hal yg sedikit itu, dia berani meminta apa yg dia kehendaki. Bahkan lebih jauh lagi, dia mau mendekati saya lalu menjelaskan mengapa dia meminta hal itu.
Ketika saya mengingat kejadian ini, saya merasa kerdil di hadapan Tuhan. Kadang saya merasa harus mengenal Tuhan lebih jauh dan lebih dalam lagi. saya sering tidak puas dengan TUHAN yang saya kenal sekarang ini. Ketidakpuasan membawa saya pada rasa tidak berani untuk mengajukan permohonan, atau lebih parah lagi, saya tidak benar-benar mempercayai bahwa TUHAN bisa melakukan sesuatu. Kedua, saya ingat betapa sering saya meminta ini dan itu pada TUHAN, tapi saya hanya berseru mendikte tanpa mau mendekat padaNYA apalagi menjelaskan mengapa saya memerlukan ini itu tadi. “TUHAN serba tahu” menjadi alasan untuk menyingkat doa, namun sesungguhnya saya yang malas untuk menjelaskan, atau sebenarnya ada rasa sungkan untuk mengakui bahwa saya perlu memohon pertolonganNYA alias rasa sombong. Ketiga, lemahnya usaha saya untuk memohon hal yang sama bila belum terkabul. Acap kali kita berdoa untuk sesuatu/mendoakan org lain hanya pada saat itu saja. titik. Satu kali sudah cukup. Tidak mau diri menjadi repot hanya untuk mengulang permohonan yang sama.
Bila saya, manusia yg kerdil kasih ini, menjadi luluh karena cara Tina meminta, bagaimana TUHAN yang Maha Kasih tidak meluluh hatiNYA bila kita berani meminta dengan cara Tina, meski hanya sedikit yang kita ketahui tentang ke”MAHA”an TUHAN?
Well…?

No comments:

Post a Comment